Gratifikasi, Suatu Kejahatankah?

Romli Atmasasmita. Foto/Istimewa

JAKARTARomli Atmasasmita

BERITA dugaan gratifikasi pesawat jet Kaesang Pangarep dan istri Hingga Amerika Serikat telah memenuhi media Hingga tanah air Justru media Foreign. Diakui bahwa asal gratifikasi dahulu merupakan kebiasaan yang telah merupakan hukum Untuk masa kerajaan, yakni rakyat selalu Memberi upeti kepada rajanya. Boleh dikatakan pemberian upeti telah menjadi suatu tanda loyalitas hambasahaya kepada tuannya, suatu Kebiasaan Global turun-temurun.

Tetapi Hingga masa kini, modern, kebiasaan Komunitas tersebut tumbuh dan merambah birokrasi Hingga negeri ini. Pemberian hadiah Di musim hari raya dan tahun Terbaru, pemberian bingkisan Untuk peristiwa pernikahan, dan lain-lain bentuk yang intinya tanda ucapan Pengakuan atau terima kasih.

Secara historis-sosiologis, pemberian hadiah apa pun bentuknya telah menjadi Dibagian Kebiasaan Global Komunitas timur termasuk Indonesia dan Malaysia serta bangsa serumpun terutama Hingga China dan Jepang. Ketika masalah ini terungkap Hingga kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Merundingkan draf konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Penyuapan Tahun 2000 sampai Bersama 2002, delegasi Jepang menolak Syarat larangan pemberian kepada penyelenggara Negeri (government’s official) Lantaran menurut delegasi Jepang bahwa hal pemberian hadiah merupakan suatu kebiasaan turun-temurun dan merupakan suatu kehormatan Untuk Komunitas Hingga sana.

Sedangkan Hingga Untuk draf konvensi, pemberian hadiah Untuk hubungan Bersama jabatan penyelenggara Negeri Disorot perbuatan suap yang dilarang Lantaran dapat Memberi harkat dan martabat serta kedudukan sistem birokrasi dan merupakan benih/embiro Untuk Penyuapan.

Untuk Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan atas Perundang-Undangan Nomor 31 Tahun 1999 terdapat Syarat larangan dan Pembatasan atas perbuatan gratifikasi Setelahnya Skuat studi banding Hingga Negeri-Negeri Anggota Asosiasinegara-Negaraasiatenggara dan Australia. Syarat larangan gratifikasi terdapat Hingga Untuk Perundang-Undangan Anti Rasuah Malaysia. Skuat sepakat memasukkan larangan gratifikasi Hingga Untuk perubahan Perundang-Undangan Nomor 31 Tahun 1999 yaitu Hingga Untuk Perundang-Undangan Nomor 20 Tahun 2001.

Pertimbangan Skuat perancang Perundang-Undangan Nomor 20 Tahun 2001 dan diusulkan menjadi rancangan inisiatif pemerintah telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat RI Ke Pertemuan Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat RI Tahun 2001. Pertimbangan Pembentuk Perundang-Undangan Nomor 20 Tahun 2001 adalah Bersama larangan gratifikasi diharapkan dapat mencegah Komunitas melakukan pemberian hadiah/Produk kepada penyelenggara Negeri yang dapat menumbuhkan kebiasaan lama dan berdampak buruk Di kewibawaan dan martabat penyelenggaraan Negeri yang bersih dan bebas Penyuapan, kolusi, dan nepotisme.

Jika dikaji secara teliti dan mendalam serta Memutuskan nilai baik Untuk larangan gratifikasi dapat diketahui terdapat relasi interaksionis Di gratifikasi Bersama kolusi dan nepotisme, serta Di ketiganya Bersama Penyuapan yang tidak dapat dielakkan juga berdasarkan peristiwa tindak pidana Penyuapan yang selalu berawal Untuk pertemanan dan lingkungan pergaulan Di penyelenggara Negeri dan anggota Komunitas yang berdampak buruk Di upaya pemerintah era reformasi 1998 membangun sistem penyelenggaraan Negeri yang bebas Penyuapan, kolusi, dan nepotisme.

Atas dasar tujuan tersebut, telah diundangkan Perundang-Undangan Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negeri yang Bersih dan Bebas Penyuapan, Kolusi, dan Nepotisme(KKN). Perbuatan kolusi dan nepotisme Hingga Untuk Perundang-Undangan aquo ditetapkan sebagai suatu tindak pidana yang diancam Bersama pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, dan paling singkat 4 (empat) tahun serta pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu miliar Idr).

Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia Ekonomi & Usaha News: Gratifikasi, Suatu Kejahatankah?